Sabtu, 14 November 2009

Mencegah perubahan alam


Agar tidak timbul bencana, sudah seharusnya manusia menjaga agar alam ini tetap seimbang dan stabil. Hutan tidak di gunduli, tambang tidak disedot habis-habisan, udara tidak dicemari. Peraturan dan pengaturan yang ketat akan sia-sia manakala manusia tidak menyadari perilaku jahatnya dapat mengakibatkan efek kehancuran.

Dari sinilah timbul korelasi bencana dengan sifat alam dan manusia sebagai pelaku pemicu bencana. Dengan demikian bencana dapat terjadi manakala manusia bersifat serakah, mengejar harta berlebihan, rakus dan sifat jelek lainnya.

Dengan demikian kita bisa menyusun pertanda terjadinya bencana besar adalah munculnya penjahat-penjahat besar (tokoh) dan mengutamakan keserahakan sebagai sifat berteman dengan jin. Atau kesimpulan berikut ini tidaklah salah : "Alam yang tidak ramah akibat manusia yang bersifat jahat, korupsi muncul dimana-mana, penjahat merajalela, manusia menjadi ganas dan memakan manusia lainnya". Alam tidak bisa di bohongi !

Pembahasan manusia sebagai titik sentral penyebab bencana akhirnya melahirkan sifat dasar dorongan berbuat jahat yakni bentuk roh yang tidak stabil. Mengapa bentuk roh tidak stabil ? karena melupakan bentuk stabil itu !. Dari sinilah peran agama dibutuhkan untuk mengembalikan manusia pada bentuk dasarnya yang stabil yakni ingat kepada Allah dan condong berbuat baik, sehingga menjadi cahaya bagi masyarakat dan alam ini

Bagi pelaku alam yang memiliki roh bentuk tidak stabil (selalu melakukan kejahatan), maka akibat bencana itu adalah azab, sedangkan bagi roh yang stabil maka bencana itu adalah ujian. Beberapa manusia diselamatkan dari bencana itu, bertujuan untuk menerangkan kepada manusia agar selalu berbuat baik.

Hal ini sangat masuk akal ketika bencana pun melanda orang yang sedang sholat subuh di banjarnegara januari 2006. Bukankah perjalan hidup ini adalah menjaga hidup ini seperti bayi lagi (tanpa dosa) atau secara bahasa simbol adalah selalu berpola abadi 1-2-2-1-3. Hal yang masuk akal bahwa yang selamat adalah universal tanpa memandang ras, suku dan agama tertentu, sebaliknya juga adalah masuk akal jika korban adalah manusia tanpa memandang ras, suku dan agama tertentu.

Orang yang menang adalah ketika datang bencana entah menjadi korban atau tidak selalu dalam keadaan seperti bayi yang baru di lahirkan, sifat ini terlahir sebagai sifat untuk melarang orang-orang berbuat jahat.

Bagaimana gempa bumi, gunung meletus, kabut asap dan bencana lainnya adalah ulah manusia ? . Penjelasan ini sangat masuk akal saat kita tidak tahu bahwa penyakit kulit itu berdampingan dengan penyakit kelamin. Ketika orang suka pergi ke PSK, maka terjadi perubahan pada dirinya dari bentuk stabil menjadi bentuk tidak stabil atau sudah tidak stabil, kemudian menumpuk ketidakstabil. Ef ek dari kepergian ke PSK, maka tubuh beradaptasi dan lahirlah penyakit kulit. Bagaimana hubungan kulit dan kelamin muncul ? tidak lain karena mahluk kecil yang bernama virus.

Bayangkan tubuh tadi adalah satu sistem yang saling ketergantungan, roh dengan kelamin dan kulit tidak berubungan sama sekali, namun ketika tubuh bereaksi untuk adaptasi terhadap perubahan yang dilakukan oleh dorongan roh untuk ke PSK, maka fisik akan berpengaruh.

Sama halnya alam ini adalah satu sistem kesatuan yang seimbang, saat manusia melakukan aktifitas yang berlebihan maka untuk adaptasi ini alam melakukan keseimbangan baru. Sebab kabut asap adalah ulah manusia, sebab lumpur lapindo adalah ulah manusia, sebab gempa bumi-pun adalah ulah manusia yang tidak secara langsung karena menganggu keseimbangan alam.

Lalu kalau tidak ada manusia, apakah tidak ada gempa bumi, tidak ada gunung meletus ? Jawaban ini cukup mudah di mengerti saat manusia bukanlah satu-satunya pelaku ketidak seimbangan alam ini. Bumi sendiri yang sedang bergerak menuju pada kestabilan baru setelah parameter diubah. Artinya parameter itu datangnya secara alami, bertujuan untuk keseimbangan baru agar pelaku alam menjadi lebih aman dengan melepaskan 'sesuatu' (gempa, gunung meletus) sehingga keseimbangan baru muncul, akhirnya bumi selamat dari kehancuran global.

Adalah aneh yang terjadi pada manusia, saat bencana muncul tidak melihat penyebab asal, namun lebih pada ketakutan dirinya sendiri, sehingga menggantungkan dirinya pada sesuatu yang lebih tinggi. Penuhanan gunung, bumi dan simbol-simbol lain adalah bentuk gambling umat manusia terhadap ketakutan dirinya menghadapi pergerakan alam.

Jika mengacu pada bentuk keseimbangan alam, tentu umat manusia tidak perlu kuatir, namun yang lebih penting bagaimana menjaga alam ini, sehingga umat manusia tidak semakin parah menuju pada kehancuran. Secara individu adalah bentuk keseimbangan roh dengan mengingat keabadian atau menghadirkan nama Allah dalam roh masing-masing sebagai dorongan berbuat baik adalah merupakan cahaya bagi pelaku alam lain. Secara negara, maka menghindari munculkan bentuk tidak stabil dominan (tokoh berbuat jelek) adalah sangat penting, jangan sampai di permukaan terlihat bersih, namun di dalam sangat kotor. Alam tidak bisa di bohongi !


Alam tidak bisa di tipu, sama halnya ketika manusia sudah sering kencan dengan PSK, maka bentuk anatomi tubuh juga ikut beradaptasi. Mata tidak bisa di tipu ketika mata manusia jelalatan saat melihat gadis, atau karena sering nonton porno, maka wajah manusia tidak memancarkan cahaya, namun lebih memancarkan nafsu. Alam tidak bisa di tipu saat banyak terjadi bencana, maka di situlah atau di dalam situlah terjadi masalah besar akibat pola manusia, walau terlihat bersih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar