Sabtu, 14 November 2009

Runtutan Bencana


Kebarakaran di tahun 2006 yang semakin menggila adalah bentuk adaptasi alam terhadap ganasnya cuaca panas di indonesia. Gempa bumi yang berturut-turut dan gunung meletus merupakan pertanda terjadinya pergeseran lempeng mencari bentuk kestabilan baru.

Bayangkan saja sebuah bejana air 100 ml kemudian di rebus untuk mendidih diperlukan energi 10 joule dan dalam waktu 10 menit. Jika semakin banyak air, maka juga diperlukan semakin banyak energi pula, selain itu juga waktu yang dibutuhkan juga semakin lama.

Kalau di lihat dari pergerakan gunung berapi dan rententan gempa bumi, tentu kita dapat melihat secara global, bahwa di dalam bumi terjadi 'sesuatu' sebagaimana halnya rebusan air raksasa. Lumpur lapindo, merapi meletus, dan gempa bumi dalam waktu yang berdekatan seharusnya menjadi warning bagi pelaku alam, bahwa bumi sedang mencapai kestabilan baru.

Belum lagi pemuaian rel kereta api, sehingga banyak kereta api yang anjlok, merupakan inti dari pemanasan yang terjadi secara luas, saking luasnya maka tidak dirasakan oleh manusia yang berskala lokal. Manusia hanya merasakan sebagai bentuk cuaca yang 'gerah' dan panas, kemudian secara kasat mata kebakaran banyak terjadi.

Jelasnya kebakaran, gempa bumi, gunung meletus, lumpur lapindo, rel kereta melengkung, awan-awan vertikal dan melengkung, hujan badai, longsor, kabut asap adalah bentuk rumit sebagai akibat bentuk sederhana bahwa bumi sedang bergerak menuju pada bentuk kestabilan baru.

Sama halnya ketika kita kumpulkan orang seluruh dunia untuk 'buang air kecil' di suatu tempat, maka volume yang di hasilkan dapat menjadi sebuah danau. Hal yang kecil yang terpisah tidak akan terlihat efeknya secara langsung, namun jika di kumpulkan hal itu menjadi kekuatan luar biasa.

Perubahan bumi sebagai bentuk sederhana (deterministik) untuk mencapai kestabilan baru, memaksa beberapa mahluk untuk menyesuaikan diri. Mahluk yang paling cepat merasakan perubahan ini justru mahluk terkecil, sehingga tidak heran muncul virus-virus yang ganas dan termutasi karena adaptasi dari perubahan ini. Kasus flu burung boleh jadi adalah pertanda awal sebagai perubahan alam yang menuju pada bentuk kestabilan baru.

Kestabilan baru ini pun ditandai dengan lahirnya bayi-bayi aneh di indonesia yang pada tahun 2006 ini mencapai rekor, dimana mirip dengan kasus virus, bahwa perubahan alam menuju pada kestabilan baru tidak dapat dirasakan oleh manusia. Berbeda dengan pembelahan sel sebagai inti dari proses terjadinya kelahiran bayi. Dunia kedokteran 'menyalahkan' gizi atau makanan sebagai sumber penyebab munculnya bayi aneh aneh. Namun kalau melihat secara komprehensif dari bayi-bayi aneh, maka tidaklah aneh bahwa perubahan bumi sedang terjadi.


Berkaca dari dinosaurus sebagai mahluk raksasa yang tidak mengetahui sebelumnya bahwa dia akan musnah, berbeda dengan binatang komodo yang mampu bertahan dari perubahan alam yang ekstrim. Manusia adalah mahluk raksasa pada ukuran virus, sehingga ketika virus sudah memberikan sinyal adanya bentuk kestabilan alam yang baru, maka manusia belum merasakan hal itu, dan akhirnya tahu-tahu sudah di ambang masalah seperti kasus dinosaurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar